Minggu, 28 Juni 2009

pendidikan

Hentikan Korban UN

Gelaran Ujian Nasional (UN) yang seharusnya menjadi salah satu alat ukur ketuntasan belajar siswa, di tahun pelajaran 2008/2009 ini berubah jadi musibah. Akibat kelemahan sistem, muncul banyak celah yang menempatkan siswa sebagai korban. Terlebih lagi, hanya karena kesalahan faktor teknis, khususnya saat pemindaian (scanning) lembar jawaban, masa depan ratusan siswa di Jawa Timur amat dipertaruhkan.
Di SMK PGRI 3 Kota Malang misalnya, sudah hasil UN diumumkan telat (tidak berbarengan dengan SMA pada 17 Juni –red), angka ketidaklulusannya mencapai 50 persen, tepatnya 284 siswa. Merasa kaget dan tidak terima atas kejanggalan ini, Santur Hidayat SPd selaku kepala sekolah nekad melapor ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Hasilnya memang ada kesalahan dalam proses scanning LJUN.
“Ini sudah tidak logis, masa 279 tidak memiliki nilai produktif alias nol. Setelah dicek ternyata pada saat scanning ada kunci jawaban yang tertukar. Hasilnya hanya 12 siswa saja yang murni tidak lulus,” ungkap Santur.
Kepala SMK Nasional Kota Malang, Drs Hadi Susanto juga merasakan kejanggalan yang sama. Beberapa siswanya yang memiliki riwayat prestasi bagus selama di sekolah juga terganjal kelulusannya akibat kesalahan scanning. Kondisi seperti ini tidak hanya menjadikan siswa terbebani, namun pihak sekolah juga menanggung beban moral. Secara umum Hadi menilai kinerja BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) merosot tajam.
“Tahun lalu, sebagai penyelenggara UN, kinerja BSNP sudah cukup bagus. Tapi tahun ini merosot tajam. Saya tidak peduli bagaimana sistem penilaian atau pengoreksian LJUN dilakukan, asal jangan jadikan siswa itu sebagai percobaan sistem UN apalagi sebagai korban. Kasihan ini anak-anak,” tegas Hadi Susanto.
Kesalahan dalam scanning LJUN memang terbukti menjadi penyebab utama angka ketidaklulusan siswa. Hal ini juga diakui oleh Dra Kunti Nursasiati, Kepala Seksi Kurikulum Dinas Pendidikan Kota Malang. Menurutnya proses scanning dilakukan dengan tidak tertib sehingga mempengaruhi predikat kelulusan siswa. Predikat lulus dan tidak lulus yang menjadi penentu nasib dan masa depan siswa, seperti dipermainkan.
“Bagaimana tidak dipermainkan, jelas-jelas jenis soal dan bobot antara UN Utama dan UN Susulan itu beda. Tapi saat scanning, LJ UN Utama dikoreksi menggunakan kunci jawaban UN Susulan, begitu juga sebaliknya. Ini sangat mempengaruhi psikologi siswa,” tandas Kunti Nursasiati.
Adanya berbagai kelemahan sistem hingga kesalahan teknis pada penyelenggaraan UN ini ditengarai bersumber dari BSNP. Menurut R Didik Indriatno WM MM selaku ketua MKKS SMK Swasta Kabupetan Malang, BSNP dinilai tidak mampu mengkomunikasikan dengan baik prosedur operasional standar (POS) UN kepada mitra yang ditunjuknya untuk bekerja sama.
“Cakupan kerja BSNP itu luas dan nasional, sedang komposisi keanggotaannya terbatas. Bukan tidak mungkin BSNP menjadi sangat terbebani apalagi dihadapkan pada waktu yang sangat terbatas. Kewenangan untuk bermitra yang dilakukan BSNP ternyata tidak diikuti dengan pemahaman yang sama terhadap POS UN,” terang Didik Indriatno.
Malah oleh Ir Heryanto Budiono selaku ketua MKKS SMK Swasta Kota Batu, BSNP harus direformasi. Bahkan sudah saatnya masyarakat menggugat kinerja BSNP ini ke jalur hukum. Setidaknya di Jawa Timur ini ada satu wadah yang bisa menjembatani adanya gugatan pada BSNP ini. Meski kemungkinan menangnya kecil setidaknya menjadi peringatan keras agar BSNP tidak main-main dalam menyelenggarakan UN.
“Kondisi UN tahun ini harus benar-benar dikritisi. Beberapa item yang harus ditinjau ulang adalah sistem penilaian produktif bagi SMK dan harus adanya UNPK yang berbasis kejuruan,” kata Hery. .sty,min,dik-KP
NGALAMANIA.COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar